Berita
Outdoor Learning : Belajar di Kampung Tenun Sukarara
SD-SMP | 2017-11-29Praktik pembelajaran dalam program Outdoor Learning yang dikemas dalam kegiatan “Widyawisata Lintas Mata Pelajaran” yaitu kolaborasi mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPS, Bahasa Inggris, dan IPA memang sangat mengasyikkan bagi peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan. Seperti yang dilakukan oleh siswa-siswi SD dan SMP Kristen Aletheia Ampenan, khususnya kelas VI dan VII pada hari Sabtu, 18 November 2017 melaksanakan outdoor learning ke kampung tenun Sukarara kecamatan Jonggat, Lombok Tengah.
Dipilihnya kampung pengrajin tenun yang sudah terkenal ini sebagai objek pembelajaran, memang dimaksudkan untuk mendekatkan dan mengenalkan siswa akan kekayaan budaya lokal, khususnya alat tenun yang disebut “sesek” (dalam bahasa sasak yang artinya alat tenun tradisional ) dan hasil tenunnya yang terkenal sangat indah itu. Siswa dapat memahami proses menenun, mulai tahap persiapan hingga menjadi selembar kain tenun nan indah dengan segala macam motif. Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk memilih Desa Tenun Sukarara sebagai sumber belajar yang reprensentatif.
Salah satu hasil tenun yang paling menarik perhatian siswa, adalah kain tenun yang terkenal dengan sebutan “motif Subahnale”. Kain tenun Subahnale memang memiliki motif yang sangat indah. Proses pembuatan kain Subahnale dikerjakan kurang lebih selama satu bulan. Hal I ni dipengaruhi oleh tingkat kesulitan dari motif dan ukuran setiap helai kain. Motif subahnale berupa susunan geometris segi enam dengan motif bunga di tengahnya. Motif ini merupakan salah satu motif kuno yang sudah turun temurun dari sesepuh suku sasak di Pulau Lombok. Tak heran jika keindahan dan kerumitan motifnya diakui oleh dunia. Dalam proses pembuatannya juga cukup menarik, pewarnaan benang sebagai bahan tenun menggunakan pewarna alami yang berasal dari bahan kayu mahoni, biji buah asam, daun sirih, dan kunyit.
Siswa melakukan observasi ini sekitar dua jam, dipandu oleh salah seorang pengelola artshop yang kompeten dalam kerajinan tenun ini, namanya Pak Billy. Kemudian, siswa melanjutkan kegiatannya dengan belanja hasil tenun berupa selendang, ikat kepala, dompet, dengan motif-motif yang indah, dengan harga yang cukup terjangkau Rp 20.000-30.000/buah.
Nampak dari wajah para siswa yang ceria, mereka sangat senang belajar dan mengenal kekayaan budaya bangsanya yang sudah terkenal di mancanegara itu. Sebagai generasi muda, di pundak merekalah tanggung jawab kelangsungan kehidupan budaya bangsa dan negaranya ini. ( Eureka)