Berita
Drama Kolosal Memeriahkan HUT ke 74 RI di Sekolah Kristen Aletheia Ampenan
SD-SMP | 2019-08-24oleh: Rusdi Arjiman
Heroik-Romantisme. Itulah, jenis drama yang dimainkan oleh bapak ibu guru dan siswa
SMP Kristen Aletheia Ampenan selepas upacara peringatan dan perayaan HUT ke 74
Kemerdekan Negara Republik Indonesia, yang diselenggarakan di lapangan upacara Sekolah
Kristen Aletheia Ampenan.
Tampil memukau dan menyedot perhatian penonton, yang terdiri dari siswa-siswi SD SMP
dan orang tua murid, Pak Ridho dan Miss Ira yang masing-masing berperan sebagai Letnan
(pimpinan pasukan) dan Aryati (kekasih Letnan) bermain dengan apik pada saat adegan Letnan
berpamitan kepada kekasihnya Aryati untuk pergi berperang, menghadang pasukan Belanda
yang datang menyerbu.
Dalam skenario, Aryati melepaskan selendang yang dikenakan, kemudian dikalungkan di
leher Letnan sebagai tanda merestui dan penyemangat kekasihnya untuk pergi bertempur
dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang ingin dijajah
kembali oleh Belanda.
Tepuk tangan riuh dan sorak sorai penonton menggema sebagai bentuk apresiasi
terhadap acting yang ditampilkan oleh Pak Ridho dan Miss Ira. Setidaknya, bapak ibu guru telah
menunjukkan kemampuannya, tidak hanya di dalam kelas sebagai pengajar, tetapi juga talenta
lainnya yang patut diteladani oleh anak didiknya. Ikut terlibat sebagai pemeran pendukung, Mr.
Gede (prajurit), Bu Putu dan Bu Puja (sebagai perawat/teman Aryati).
Terinspirasi dari peristiwa didudukinya kota Yogyakarta selama 6 jam oleh pasukan
Republik di bawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Penyerangan yang dimulai pagi
buta itu dipimpin oleh Letkol Soeharto dengan sandi Janur Kuning, karena seluruh pasukan yang
bertempur mengikatkan janur kuning dilengannya. Serangan ini dilaksanakan pada 1 Maret
1949 yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum. Saya (Rusdi Arjiman) sebagai penulis
scenario sekaligus sutradara mengangkat drama ini dengan judul Tunaikan Bakti.
Drama kolosal ini dimulai dengan adegan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI oleh
Bung Karno ( diperankan oleh Pak Bambang Firmanu) yang didampingi oleh Bung Hatta (
diperankan oleh Pak Edi). Kemudian, dilanjutkan dengan penghadangan tentara Belanda yang
segera dipersiapkan oleh Komandan Kompi ( diperankan oleh Pak Dadi) yang memberi perintah
kepada Letnan sebagai pimpinan pasukan (diperankan oleh Pak Ridho) untuk segera melakukan
penghadangan di front terdepan.
Kisah heroik pun terjadi, Letnan dan pasukannya (diperankan oleh anggota OSIS)
bertempur mati-matian hingga tetes darah terakhir demi mempertahankan kedaulatan,
kehormatan, dan harga diri sebagai bangsa yang merdeka. Dalam pertempuran yang sengit itu,
Letnan gugur sebagai kusuma bangsa.
Cerita berakhir ketika Panglima Besar Jenderal Soedirman (diperankan oleh Pak Tefa)
dalam keadaan sakit datang menemui Bung Karno di ibu kota Yogyakarta. Kemudian, ditutup
oleh berita yang disampaikan oleh seorang diplomat Indonesia (diperankan oleh Bu Yola)
bahwa PBB telah mengakui kedaulatan dan pemerintahan Indonesia dan memberikan kecaman
terhadap Belanda atas agresi militer yang dilakukan.
Semangat untuk berjuang, berusaha sekuat tenaga, semangat untuk mencapai cita-cita,
pantang menyerah, dan tidak lekas putus asa merupakan nilai yang harus diwariskan kepada
generasi penerus. Inilah nilai-nilai atau pesan moral yang ingin disampaikan dari pementasan
drama ini untuk mencapai kualitas karakter mumpuni dari anak didik kita, sesuai tema nasional
pada peringatan HUT ke 74 RI tahun 2019 ini yaitu, SDM Unggul Indonesia Maju. EUREKA!